Wawancara dengan Tabloid Gatara

Beberapa waktu lalu, Tim Tabloid Gatara mewawancara saya, Muhammad Fakhruddin, dalam kapasitas sebagai Wasekjen DPP Partai Demokrat, dan Staff Khusus Menegpora tentang persoalan-persoalan politik tanah air.

Berikut wawancaranya agar pembaca dapat menangkap dan memahami pemikiran-pemikiran saya mengenai perkembangan sosial-politik yang saat itu sedang hangat diperbincangkan di tengah masyarakat. 

Gatara: Dalam pidato politik memperingati ulang tahun PDI-Perjuangan, Mega mengkritik pemerintah SBY, tidak ada keberhasilan program pemerintah di semua sektor dan pemerintah dianggap gagal. Apa tanggapan abang ? 

Fakhruddin: Beberapa keberhasilan pemerintah yang disampaikan SBY amat jelas alasannya, tidak asal klaim, tapi berdasarkan data yang valid dari lembaga-lembaga yang memang punya kewenangan untuk itu seperti BPS. Soal bagaimana kita menginterpretasi data itu soal lain. Dan tentu masing- masing kita punya persepsi yang berbeda terhadap sejumlah angka- angka yang kita sebut dengan data itu. Apalagi angka- angka itu dipersepsikan dan dibaca oleh politisi. Pasti kerangka berpikirnya bagaimana menyudutkan lawan politik, kalau kritiknya datang dari partai oposisi. Dan itu hal yang sangat lumrah dalam alam demokrasi, tinggal bagaimana rakyat memilah-milah informasi dengan baik, mana pernayataan yang berbasis fakta dan data, mana yang bisa pernyataan- pernyataan politis dimana tingkat akurasinya tidak bisa dipertanggungjawabkan. 

Gatara : Pidato Mega juga menyinggung dua kasus besar, skandal Bank Century dan Mafia Pajak Gayus Tambunan. Pemerintah dianggap lamban dan bertele-tele menanganinya. Bahkan Mega mengatakan kalau sistem hukum kita telah dimandulkan oleh campur tangan kekuasaan, hukum takluk ditelapak kaki kekuasaan. Apa tanggapan abang? 

Fakhruddin: Kesimpulan yang berlebihan. Kalau SBY bisa intervensi penegakan hukum tidak mungkin besan beliau bisa masuk penjara, sejumlah kepala daerah dari demokrat juga masuk penjara. Beliau sangat memahami kewenangan dan otoritas masing-masing lembaga negara. Kalau kekuasaan mengintervensi proses penegakan hukum, tentu yang masuk penjara hanya musuh-musuh politiknya saja. Soal Century, DPR lewat pansus telah melahirkan sejumlah rekomendasi, tinggal bagaimana kita mengontrol komitmen beberapa lembaga terkait untuk menjalankan rekomendasi Pansus. Soal Gayus pemerintah membentuk Tim khusus, meskipun kemudian pengadilan mempercepat proses hukum dan keputusan agak mengecewakan banyak orang. Lagi-lagi ini keputusan pengadilan yang tidak mungkin diintervensi oleh SBY 

Gatara: Pemerintah terlalu fokus pada makro ekonomi, sementara sektor riil berantakan. Apa komentar Abang ? 

Fakhruddin: Pengendalian makro ekonomi juga penting, stabilisasi kurs, besarnya laju inflasi, tigkat suku bunga, indek harga saham gabungan semuanya penting untuk dikendalikan dengan baik. Karena aspek ekonomi makro memberikan implikasi terhadap aspek mikro ekonomi dan sektor real. Misalnya peningkatan indek harga saham gabungan sangat berdampak terhadap kepercayaan investor global terhadap dunia bisnis kita. Dan hal ini akan berdampak investasi ke sektor real. Menurut saya pasar modal dan sektor real bisa saling memperkuat, tidak harus dipertentangkan. 

Gatara: Pidato Mega juga mengkritik soal demokrasi di Indonesia, menurut Mega dalam pidatonya, demokrasi yang kita bangun bersama, oleh pemerintah SBY dan koalisinya hanya sekedar menjadi alat kekuasaan dan bahkan barter kekuasaan. Apa pendapat Abang ? 

Fakhruddin: Partai itu didirikan untuk mendapatkan dan mengelola kekuasaan. Dengan kekuasaan kita bisa mewujudkan janji- janji yang kita sampaikan kepada rakyat. Dengan kekuasaan kita muwujudkan idealisme politik dan mengabdi untuk kepentingan rakyat. Masalahnya kita sedang dalam tahap belajar berdemokrasi, sistim ketatanegaraan kita juga sedang mencari bentuk. Misalnya, soal bentuk pemerintahan, konstitusi kita jelas menyebutkan pemerintahan adalah presidensial, tapi prilaku parpol agak mengarah ke parlementer. Karena itu, membangun kualisi besar menjadi penting, untuk mensinergikan eksekutif dan legislatif agar pengelolaan pemerintahan lebih efektif. 

*** 

Obrolan kita beralih ke soal pernyataan sikap tokoh-tokoh lintas agama, yang kita ketahui bersama mereka pada hari yang sama dengan pidato politik Mega mengeluarkan statement bersama di PP Muhammadiyah, Cikini Jakarta Pusat. Berikut petikan wawancara Tim Gatara dengan Bang Fakhruddin. 

Gatara: Menurut aktivis tokoh lintas agama dan lembaga swadaya masyarakat, pemerintah SBY bukan hanya gagal tapi telah melakukan 18 kebohongan kepada rakyat. Apa sebegitu parahkah pemerintah SBY, apa jawaban abang ? 

Fakhruddin: Sebetulnya begini, dalam kampanye pilpres, dimana SBY sebagai salah satu calon, pastilah beliau menawarkan visi-missi dan berbagai agenda pengelolaan bangsa ke depan. Gagasan- gagasan itu kemudian menjadi platform kerja pemerintah setelah SBY terpilih sebagai Presiden. Tentu saja dari sekian banyak program, ada yang terealisir melampaui target, ada yang hanya mencapai target, ada di bawah target. Dan ini hal yang lumrah kalau dalam kerja-kerja praktis pasti menjumpai banyak kendala di lapangan. Tapi pemerintah baru bekerja 1 tahun, masih ada waktu 4 tahun lagi untuk memenuhi berbagai janji dan program kerja kepada rakyat. Soal pernyataan para aktivis yang tergabung dalam tokoh-tokoh lintas agama seperti Dien Samsudin dan yang lain-lain. Semua kita tahu bahwa Dien pernah aktif di salah satu partai politik selama puluhan tahun. Karena itu saya melihat, Pak Dien sedang memainkan perannya sebagai politisi dengan menggalang tokoh lintas agama lewat pernyataan bersama. Saya setuju dengan Sayed Aqil Siraj bahwa, rasanya kurang pada tempatnya tokoh-tokoh agama mengeluarkan kalimat kecaman yang sarkastis. Gatara: Tokoh lintas agama menganggap kebohongan SBY yang paling menyolok adalah soal angka kemiskinan. Pemerintah mengklaim kemiskinan turun menjadi 31,02 juta jiwa. Menurut data yang ada, rakyat miskin yang masih menerima raskin (beras untuk rakyat miskin) ada 70 juta jiwa dan jamkesmas ada 76,4 juta jiwa. Bagaimana sebenarnya standar kemiskinan menurut pemerintah ? Fakhruddin: Saya sangat yakin SBY menggunakan standar angka miskin yang menjadi kerangka acuan kita bersama, yaitu data- data yang dikeluarkan BPS. Selaku kepala negara, apalagi lembaga yang harus menjadi rujukan beliau. Tapi kalau kita mengacu pada standar kemiskinan menurut Bank Dunia, tentu jumlah orang miskinnya menjadi berbeda. Ini soal asumsi dan basis data yang kita gunakan. Bahwa pada saat penentuan jamkesmas, pembagian raskin kita menggunakan standar Bank Dunia, menurut saya baik- baik saja kan. Kalau ada kebijakan yang bisa memberikan manfaat yang lebih luas dan nyata kepada rakyat, kenapa harus kita bersoalkan? 

Gatara: Beberapa waktu lalu ( 17/1 ) terjadi pertemuan antara Presiden SBY dengan tokoh–tokoh lintas agama di istana selama 4 jam. Apa ini berarti SBY mengakui telah berbohong kepada rakyat ? 

Fakhruddin: Hal itu menunjukkan beliau responsif, tidak alergi dengan kritik, terbuka, demokratis. Problem kebangsaan kita sangat komplek. Dan untuk menyelesaikannya butuh masukan dan dukungan semua pihak, termasuk agamawan. Justru ini menjadi awal yang baik agar ada sikap yang saling terbuka antara pemerintah dan tokoh- tokoh agama untuk memberikan masukan dan kritik. 

Gatara: Apa pertemuan tersebut dalam rangka meredam dan “menjinakan “ kelompok pengkritik lain-lain ? 

Fakhruddin: Eranya sudah berbeda. Sekuat apapun pemerintah, tidak mungkin bisa mengontrol kebebasan dan hati nurani. Ini konsekwensi demokrasi. Kekuatan masyarakat sipil sangat penting untuk kita perkuat. Saya percaya bahwa elite sangat mungkin mengkompromikan kepentingan mereka lewat deal-deal tertentu. Dan harapan kontrol lainnya hanya ada pada kekuatan pers dan keberanian civil society dalam menyuarakan kepentingan-kepentingan mereka. Hal ini harus kita pertahankan kalau kita sudah sepakat demokrasi sebagai sebuah pilihan. 

Gatara: Satu lagi bang, Siapa sebenarnya calon Presiden yang akan di usung Partai Demokrat 2014, apa ibu Ani Yudhoyono atau Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum

Fakhruddin: Biarkan waktu berjalan, kita serahkan kepada rakyat. Demokrat pasti akan punya mekanisme internal untuk menjaring calon yang benar-benar dicintai rakyat. Ketua Umum kami bilang, 2010-2013 adalah masa untuk bekerja dan menoreh prestasi. Baru tahun 2014 kita jadikan tahun politik. 

Gatara: Soal resufle kabinet, gimana bang

Fakhruddin: Itu ranahnya Presiden. Beliau yang tahu kapan dan apakah pergantian kabinet sudah mendesak untuk dilaksanakan. Perkiraan saya, pasti akan ada penyegaran dan penyesuaan untuk mengefektifkan kerja-kerja presiden. 

Gatara: Keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai hak mengeluarkan pendapat anggota DPR dari 75 persen menjadi mayoritas sederhana 50 persen ditambah satu karena sebagian kalangan menganggap ini pintu pemakzulan presiden lewat parlemen. Apa tanggapan abang ? 

Fakhruddin: Kita menyambut gembira keputusan MK. Agar hak dan kewenangan anggota DPR tidak terbelenggu oleh tatib. Apalagi soal hak menyatakan pendapat. Ini menjadi warning kepada siapapun agar amanah rakyat dikelola dengan baik dan penuh kehati-hatian. Keputusan MK akan berdampak terhadap semakin menguatnya chek and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan kita ke depan. 

*****



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemuda Harus Independen dan Pede